Jakarta, 17 Mei 2025 – Pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan kebijakan baru yang membatasi layanan gratis ongkos kirim (ongkir) hanya selama tiga hari dalam sebulan. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terbaru yang bertujuan menjaga iklim persaingan usaha yang sehat sekaligus melindungi keberlangsungan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Latar Belakang Kebijakan
Selama beberapa tahun terakhir, layanan gratis ongkir yang ditawarkan oleh platform e-commerce telah menjadi strategi pemasaran dominan yang sangat digemari konsumen. Namun, praktik ini dinilai mulai menciptakan distorsi pasar, terutama bagi pelaku UMKM yang tidak mampu bersaing secara modal dengan pemain besar dan e-commerce asing yang membakar uang demi menarik pelanggan.
"Kami melihat perlu adanya pengaturan agar persaingan tetap sehat. Banyak UMKM yang terdampak karena konsumen semakin terbiasa hanya berbelanja ketika ada gratis ongkir," ujar Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/5).
Isi Aturan Baru
Melalui Permendag No. 12 Tahun 2025, pemerintah menetapkan bahwa platform digital hanya diperbolehkan menawarkan promo gratis ongkir selama maksimal tiga hari dalam satu bulan kalender. Hari-hari tersebut juga harus diberitahukan kepada Kementerian Perdagangan paling lambat tujuh hari sebelum pelaksanaan.
Pemerintah menekankan bahwa ketentuan ini berlaku untuk seluruh pelaku usaha digital, termasuk e-commerce lokal maupun internasional yang beroperasi di Indonesia.
Selain itu, platform juga dilarang menjadikan promo gratis ongkir sebagai daya tarik utama secara terus-menerus di luar periode yang ditentukan.
Reaksi dari Pelaku Usaha dan Konsumen
Kebijakan ini menuai respons beragam. Beberapa asosiasi UMKM menyambut baik langkah tersebut. Ketua Asosiasi UMKM Digital Indonesia, Ratna Surya, mengatakan bahwa pembatasan ini bisa memberi ruang napas bagi pelaku kecil menengah yang kesulitan mengikuti strategi perang diskon yang agresif.
“UMKM kita tak bisa bersaing dengan pemain besar dalam hal promosi besar-besaran. Kalau semua ikut-ikutan gratis ongkir setiap hari, margin keuntungan UMKM bisa tergerus habis. Ini kebijakan yang adil,” ujarnya.
Namun, dari sisi konsumen, terutama generasi muda yang akrab berbelanja online, kebijakan ini dirasa mengurangi kenyamanan dan daya tarik e-commerce.
"Saya biasanya menunggu flash sale dan gratis ongkir setiap minggu. Kalau cuma tiga hari, mungkin saya akan lebih selektif belanja atau malah balik ke belanja offline," kata Rina, seorang mahasiswa di Yogyakarta.
Dampak terhadap E-commerce
Pihak e-commerce pun mulai melakukan penyesuaian. Tokopedia, Shopee, dan Lazada menyatakan akan mematuhi kebijakan tersebut meski mengaku tengah melakukan evaluasi internal terkait strategi pemasaran mereka ke depan.
"Ini adalah momen untuk mengevaluasi kembali pendekatan promosi kami. Kami akan tetap mendukung UMKM di platform kami dengan cara-cara lain seperti pelatihan digital, fitur pencarian lokal, dan program loyalitas," kata juru bicara Shopee Indonesia.
Beberapa analis pasar menilai bahwa pembatasan ini bisa berdampak pada penurunan frekuensi belanja konsumen secara jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, hal ini bisa menciptakan struktur harga yang lebih sehat dan tidak semata bergantung pada subsidi.
Pengawasan dan Sanksi
Pemerintah juga menegaskan akan melakukan pengawasan ketat terhadap implementasi aturan ini. Bila ditemukan pelanggaran, platform digital dapat dikenakan sanksi administratif hingga pembekuan izin operasional sementara.
"Peraturan ini tidak untuk menghambat, tapi menata. Kami mendorong inovasi dan daya saing sehat, bukan bakar uang yang merusak ekosistem," tegas Zulkifli Hasan.
Penutup
Dengan diberlakukannya pembatasan gratis ongkir ini, Indonesia menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang secara eksplisit mengatur promosi digital untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan konsumen.
Kini, tantangan bagi platform e-commerce dan pelaku UMKM adalah bagaimana berinovasi dalam menarik pelanggan tanpa hanya mengandalkan promosi masif. Sementara bagi konsumen, kebijakan ini menjadi momen untuk lebih bijak dan selektif dalam berbelanja.